Inilah Kumpulan Puisi
Penyadaran Budhi Setyawan
Inilah Kumpulan PuisiPenyadaran Budhi Setyawan. Berikut dibawah iniadalah
puisi Budhi Setyawan dalam Penyadaran Nah bagi kalian yang saat ini sedang
mengetahui lebih lengkap silahkan baca dan simak ulasan berikut ini. Budhi
Setyawan lahir di Purworejo pada 9 Agustus 1969. Menyelesaikan kuliahnya di
Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada tahun 1998. Aktif menulis puisi sejak
kuliah. Bekerja sebagai PNS di Kementerian Keuangan. Kumpulan puisinya: Kepak
Sayap Jiwa. Kumpulan puisi ini merupakan buku kedua setelah Kepak Sayap Jiwa.
Bunyi halaman persembahan: Kupersembahkan/untuk Dian, istriku/untuk Qiqa,
putriku. Nampak kecil di pojok kiri bawah sebuah halaman. Sampul belakang buku,
hadir utuh puisi Nafas Ekor Kuda, lengkap dengan tempat dan tanggal pembuatan. Si
penyair bikin pengakuan dalam kata pengantar sepanjang 5 paragraf (tidak sampai
satu halaman): “Terima kasih buat musisi yang telah menerbitkan karya musik
apik dan musiknya menemani saya dalam menulis puisi, antara lain: Deep Purple,
Rainbow, Queen (A Night at the Opera), Rush, Led Zeppelin, Camel, Genesis (era
Gabriel), James Gang, Passport, ELP, Dream Theater, Iron Maiden, Edguy,
Stratovarius, dan ADX (heavy metal Perancis, album Weird Vision).” Demikian.
Kunjungi yang lainya:
1.Nafas Ekor Kuda
Bunga yang tumbuh di balik
nadi
menarik nafasku mengarungi
belantara
menggelitiki hidungku geli
dan bersin menyebarkan salam
nafasku yang turun naik
memegangi ekor kuda
bertanya-tanya apa maksud
sebenarnya
pertikaian membelenggu langkah
ubur-ubur
mencari sosok akar kata di
pinggir perkampungan
pagiku beranjak sendiri,
dengan tanpa basa-basi
berlalu meninggalkan kepulan
asap rokok
menggelitik hidung alam raya
nafas terbelenggu di bawah
tempurung
ekor kuda yang menepuk-nepuk
mukaku
menjadi tangan kekasih yang
lincah
mengelus seluruh sudut
kelemahanku
dan terengah-engah memburu
bulan bulat di langit
lalu dimanakah kini kekasihku?
2.Malam Sehabis Hujan
Jari malam menancapkan kukunya
di kegelapan
langkah angin terhenti
tersandung kebekuan
dan rembulan terpaku lesu
tertidur di atas awan
binatang malam berpencar
menjelajahi tengkuk jalanan
menyebar aroma keterasingan
suara tetes air hujan menimpa
lembah daun-daun
atau jerit demonstran
atau tangis insan yang
bersimpuh di depan nasib
menelanjangi garis tangan
mencari kemana mengalirnya air
liur yang membawa
sampan-sampan tanpa kompas
malam menanyakan sejarah yang
belum bicara dengan
sejujurnya
agar anak cucu tak lagi
menembaki burung-burung lagi
yang semestinya jadi penghias
damai belantara
3.Di Manakah
Di manakah suka
jika belum air
di manakah sabar
jika belum samudera
di manakah rindu
jika belum rembulan
di manakah kasih
jika belum udara
di manakah sayang
jika belum danau
di manakah cinta
jika belum matahari
di manakah hati
jika belum tanah
4.Betapa Sulitnya Menangkap Yoga
Gang-gang sempit dan pasar
telah larut ke jagad
beriringan dengan nadi
pembuluh memukul-mukul jantung
tiang listrik membungkuk beri
hormat pada becak dan andong
tak peduli siang ataupun malam
es batu mencair di ubun-ubun petani
dan pedagang
mengurai warna-warni nasib dan
pengharapan
menetes di mangkok-mangkok
keseharian
lelah letih lesu, raih
es batu bercampur keringat di
keranjang dan bakul
perputaran keadaan
makin padu tanpa ada yang
terganggu
sepakat menuruni lembah mendaki
bukit, tak apa lecet
sedikit
biar nyala tetap menebar sinar
gang sempit masih saja sempit
kadang kian sempit
namun ada jalan yang sangat
lapang
di atas langit membentang luas
menerawang
5.Kembali
Angin memukul ombak
terlukis di kening pengembara
api membakar gubuk-gubuk
peneduh
menyambar butiran lembut di
bilik jantung
air bah tenggelamkan kota desa
bayangan nurani terseret arus
perbudakan
tanah retak-retak tertawa
menggumam pecahnya kaca jadi beling
kisah yang cepat melesat
hanya dengan cambukan
ciptoning
sapi-sapi akan segera kembali
ke habitatnya
6.Senandung Si Bisu
Dengan menyandang sebuah gitar
ukulele
seorang bocah menyanyikan lagu
entah lagu lama atau lagu baru
karena sang penyanyinya
seorang bisu
suaranya yang parau menggesek
terik siang
sesak panas dalam bis kota
mengaduk-aduk pikiran para
penumpang
bertamasya ke pengalaman
masing-masing
irama musik dan lagunya
kadang seperti tak sejalan
atau karena telinga penumpang
sulit mendengar
suara-suara yang terlontar apa
adanya
mungkin dibutuhkan alat bantu
dengar
dengan meminjam telinga langit
biar bisa terdengar merdunya
nada
dari penyanyi bisu sepanjang
jalan
senandung si bisu masih
terngiang
diterbangkan angin ke
pelosok-pelosok rasa
dan menyisakan tanya di kaca
jendela bis kota
7.Pingsan Cinta
Sehelai rambutmu yang terbang
terbawa angin
bagai elang mengepak rembulan
membawa lahar merapi merayapi
sungai-sungai dalam
dadaku
mengalir menggelora, memacu
kijang kencana
menyerbu ke arena lain dunia
malam-malam menunjukkan kekuatannya
dengan magnet yang sangat lekat
membentuk jalanan satu arah di alam
pikiran dan
perasaan
serasa pusaran air yang tak henti
kian deras mencipta kerucut
meruncing
mencocok hidung kerbau, meruntuhkan
dinding
keangkuhan semu kepura-puraan
tanpa suara dan tanpa permisi
engkau telah mengalirkan lahar
selalu
menggolakkan magma di dasar
bumi,
ke pipa-pipa biru dalam
tubuhku
manjakan bintang-bintang
menyorotkan
sinar ke dedaunan basah
mewadahi tenaga api, angin,
air, tanah
jagadku yang kecil
kebingungan membaca scenario zaman
saat semua tenaga menerpa, unjuk gigi
dengan wajah berwarna-warni
lengkap dengan alat sesaji
ini terlalu menyenangkan
ini terlalu menggembirakan
ini terlalu berat
sedangkan seorang Musa pingsan di hadapan
Bukit Tursina
aku tak ingat apa-apa
dengan aliran lahar selalu
aku telah menggali sumur
terus masuk ke pedalaman sumur
dengan sarat mata air
ingin… ingin …
Jakarta, 23, 24, 25 Pebruari
2001
8.Poster
Poster-poster yang terpampang
di kamar, di tempat hiburan,
di jalan-jalan
telah menjadi hantu dalam
aliran darah
menakut-nakuti anak kehidupan
mengajak ke dunia kepul uap
pelarian
ngeri berpapasan dengan
butiran realitas
mata nanar tanpa pandangan
keluar pagar menggapai-gapai
awan
mainkan warna, menyusup ke
keramaian pasar
merajuk dunia menggendong
serpihan keramik lantai
memukul-nukul dari balik baju
lewat jalan becek berlumpur
menggenang sampai di kebun
anggur
mata tak melihat apa-apa
poster-poster kian ramai
beterbangan di angkasa
bergerak lincah tinggalkan
laju pesawat
menyibak ketenangan
menyemprotkan gas ketagihan
tak peduli hujan atau panas
bagai tanpa batas
9.Janji Kembali
Bocah mungil, mengepal tangan
memutar di bawah lampu taman
panas terik menikam batu, daun
mencari tempat
teduh ke batang dan samping
gedung
dunia berputar di atas telapak
tangan
uap berasap berkumpul di pagar
putri malu menari di atas
nampan
kapan kembali ke tempat asal?
angin kota menerbangkan daun
jati
orang-orang mendongakkan
kepala
barangkali ada sepiring nasi
di langit
butir-butir nikmat ada di
segumpal
tanah merah
10.Seperti Terbang
Saat-saat menggairahkan
mengalir simbol-simbol
perwujudan
dalam hitungan lima atau
sembarang
seperti terbang
Sujud yang panjang
hati telanjang terlentang di
awang-awang
melayang bersama suara
kepodang
seperti terbang
Perjalanan udara
berbekal getar-getar memasuki
sifat
lewati persinggahan perjamuan
seperti terbang
Sesobek jiwa lari-lari mencari
wujud semesta tanpa batas
kembali di dalam arus
seperti terbang
Pengakuan Dzat Agung
kekosongan telah menjadi
nikmat
terangkat dari bumi
seperti terbang
11.Hakikat
Sarapan pagiku adalah air
yang mengalir di bawah bumi
makan siang dengan api
membawa pandangan ke pohon
sejarah
makan malamku adalah tanah,
kadang menggerutu
bersama berjanji menumpuk
kebijakan
jika mengantuk, aku hempaskan
tubuhku
tidur di atas ranjang angin
lalu mimpi menjadi makhluk
langit
12.Lautan Langit
Pohon-pohon angin bersinar
menyemburatkan warna-warni isi
dunia
keluar dari keranjang
gunung dan perbukitan
merangkak
mencari tempat persembunyian
karena malu
telah gundul, tak berperasaan
takut berpapasan denga isi
rimba
petir di angkasa senandungkan
lagu
mengolah rasa awan mendung
jejari cakrawala mengangkat
lautan ke langit
air kembali ke mata air
pasir berbusa cerita
pada kepiting yang menapak
lautan langit menyatu
peluk mengasihi bumi
Seribu kuda berkecamuk di
otakku
menyebarkan kepul debu dan
gelombang listrik
dengan nafas memburu kepap
rajawali
rumput tembaga menghias
mulutnya
berputar-putar terjebak dalam
perlombaan
mengejar terbang capung,
melintasi bayangan bumi
semut-semut berhamburan keluar
sarang
mencari gula di jejak tapak
kuda
mabuk di lautan, minum air
laut
kabur pemandangan oleh angka
melayang
roda-roda besi melangkah
zig-zag
kepal jari meninju dinding
kayu
pertaruhan,
senandung sepanjang zaman
Dengan membisikkan kata-kata
cinta
seorang laki-laki memeluk
wanita kekasihnya
menerbangkannya ke awan yang
bergulung-gulung
di langit hasrat dan keinginan
dan ketika tertanam sebentuk benih
di rahim dunia
maka sang laki-laki menghilang
entah kemana tak tentu kotanya
dengan meminjam istilah cinta
seorang kyai menanamkan
bom-bom kebencian
di benak para santrinya
lalu diledakkan dengan
menyulutkan api perbedaan
pendapat
dan permusuhan
menggusur nurani dari tahtanya
mengkafirkan sesama umat ego
dan eksklusivisme
semu
lupa bahwa hak menetapkan
kafirnya seseorang
adalah kepunyaan Tuhan
dengan membawa manis kalimat
cinta
seorang pemimpin menciptakan
segala model dan kreasi
membodohi rakyat, sampai lupa
diri sendiri
pemimpin adalah titisan dewa
yang tak mungkin berbuat salah
padahal makhluk yang tak
pernah memproduksi
kesalahan
hanyalah malaikat
atas nama cinta
seorang manusia berderma
membagi-bagikan barang
kebutuhan pada masyarakat
tetapi tanpa disadari
masyarakat
di menutupi kelemahannya
dan merancang strategi untuk
mengembangbiakkan
kerakusannya
15.Kedinginan yang merambat
Daun ketela yang
bercabang-cabang
menepuk jari-jari tangan
mencipta suara sarat pesan
yang menyergap cuaca
roda jaman bergerak cepat
melintas di jalanan
meninggalkan jejak tapak kaki
kerbau
dalam segenap ingatan
gambar tato di tangan
menampakkan kreasi kebingungan
adakah pesan tersimpan
bila tangan mengigil kedinginan
apakah sebenarnya yang akan
dijadikan
pegangan
16.Dan Soekarnopun Menangis
Berjalan sendirian menempuh
takdir
di antara rumput liar angin
ribut gemuruh gelombang
tersaruk lecet berdarah
menganga
kerikil tajam menegak
menyeruak sela sela alas kaki
rumput liar subur merajalela
menjalar
di sekeliling tanaman padi di
sawah ladang
menghabiskan gizi makanan buat
padi
angin ribut menerbangkan
pohon-pohon
tercerabut hingga akarnya
suaranya memangsa sepi dan
ketenangan
kerbau sapi lepas kandang
menghambur keluar
cuaca gelap mengancam
anak-anak bangsa
gemuruh gelombang menjulang ke
langit
menabrak pertapa di tepi
lautan
pertapa lenyap meninggalkan
asap semangat
terkadang dibenci tak jarang
digali
perjalanan penuh duri kerikil
tajam
melecetkan jiwa pengembara
penggembala
serta pakaian merah putih
robek-robek
di bawah tiang bendera
yang lusuh dan compang-camping
Soekarno menangis tersedih
tanpa tetes air mata
Judul : Penyadaran
Penulis : Budhi Setyawan
Cetakan : I, September 2006
Penerbit : Bumi Budhi, Jakarta
Pusat.
Tebal : xiv + 100 halaman (88
puisi)
ISBN : 979-15264-1-9
Desain cover : Lukisan Telinga
Dunia, 2006, Budhi Setyawan
Penyadaran terdiri atas 2
bagian, yaitu Penyadaran (45 puisi) dan Kebangkitan (43 puisi)
Sumber artikel diatas kami
dapatkan melalui hasil pencarian kami di Media internet