Kumpulan Puisi Kirjomulyo Dalam Romansa Perjalanan
Kumpulan Puisi Kirjomulyo Dalam Romansa Perjalanan. Tentang Kirjomulyo, Kirjomulyo
lahir di Yogyakarta tahun 1930. Seorang penyair dan penulis drama. Puisinya
tersebar di majalah Mimbar Indonesia, Zenith dan Seni. Kumpulan puisinya
Romance Perjalanan (1955). Tiga naskah dramanya yang sering dipentaskan adalah
Nona Marjan (1955), Pengali Kapur (1956) dan Penggali Intan (1957), itu belum
termasuk 24 naskah drama lagi yang pernah terbit di majalah maupun buku.
Lihat yang lain;
1.Angin Pagi
I
Yang pertama kuingat
dan terakhir kulupakan
adalah kau Ibu
Berkali kubuat dosa dan noda
tidak kuterima
selain cinta dan air mata
Berkali ku menatap kerut Ibu
berkali jadi ngeri
bertanya dalam diri
Dengan apa menebus segala itu?
II
Yang pertama kukenal
dan yang terakhir kutinggalkan
adalah kau alam
Tak dapat ku menyebut
dengan kata apa tentang kau
tapi kaulah temanku yang
terdekat
Seluruh kepunyaanmu, jiwamu
sekali
melahirkan sesuatu
memimpin hati dan mimpi
Memberi sesuatu semacam cinta
III
Yang pertama kupunya
dan terakhir kulepaskan
adalah kemerdekaan
Kemerdekaan yang lahir semacam
alam
bersayap semacam burung
basah dengan cinta semacam
pagi
Mengatasi segala apa pun
bagaimana juga permintaannya
ataupun dibunuhnya aku
Inilah milikku yang
pertama-tama
IV
Yang pertama kucintai
dan akhirnya kukatakan
adalah kebenaran
Kebenaran yang lahir dari arti
mengalir dan melekat pada alam
dan hati
Kebenaran yang memberi sesuatu
dan mencerminkan
alam, cinta dan manusia
Karena ia adalah semacam
permata
V
Yang pertama kutulis
dan terakhir kusajakkan
adalah cinta
Cinta yang jauh dan dalam
kepada diri, kepada ibu
kepada alam dan bintang dan
semua
Cinta yang panas seperti api
sekali-sekali membakar
sekali-sekali menyelimuti
Memandang hati semacam alam
VI
Yang pertama kucari
dan terakhir kupunyai
adalah keindahan
Keindahan yang terselip dalam
diri
dalam hati, dari alam dan
perbuatan
menempel pada siang dan malam
Semacam nelayan mencari
bintang tujuh
melupakan segala apa pun
betapa ombak memecah sampannya
Dan itu dipertahankan dari apa
pun
VII
Dan segala itu hanya karena
satu
cinta yang lahir dalam diri
mendesak mencapai arti
Cinta yang lahir semacam iman
dan merasa ia satu-satu jalan
mendekati dirinya
2.Penggali Batu Kapur
Beginilah ia bernyanyi
dengan irama gugur batu
gugur bumi gugur hati
Hingga ladang berderak
burung-burung merendah
merasa berat langit
betapa berat hari
angin menggantungi sayap
kabut meradangi arah
Entah ia melepas dera
entah bertahan dari terik
atau bertantang keras batu
nyanyinya sederas getar derita
langsung mengenai dasar
darahku memutih
tulang menyusut
– hula hulee hula ho oo
hula hulee hula ho oo
Begitu, berat melepas
sekejap datang sekejap hilang
ditiupkan arah angin
matanya pudar hijau kapur
dahinya hitam hitam batu
Peluhnya deras putih letih
jejak makin dalam
lagunya makin memanjang
hilang lepas-lepas
Ketika satu berhenti mengayun
ia memandang padaku
bersenyum, senyum ladang
bertanya dengan suara bukit
– Tuan heran memandang kami
kami lahir di tanah kapur
anakku empat, anakku putih
mata ayah hidung ibu
gelaknya melepas angin
– Aku terharu Bapa
seluruh umur di tanah kapur
kulit Bapa hitam batu
mata Bapa jernih kapur
cinta berlebih dari yang lain
hati Bapa hati belerang
cinta alam sekeras bintang
tak pernah kujumpakan di mana
pun
– Begitulah bercinta umur
tapi jangan Tuan terlalu lama
memandang kami
sebelah utara ada laut
sebelah selatan ada pantai
Kalau kami tak berjanji
pada diri dan kebun halaman
sudah bukan lagi penggali
kapur
Salam Tuan
marilah turut menyanyikan
akan Tuan rasa nanti
getar apa tersimpan di hati
getar di hati kami
– hula hulee hula ho oo
hula hulee hula ho oo
getar dalam hitam malam
getar jauh biru laut
3.Jalan Sumbawa
Di jalan ini laut hatiku
pasang
berbentur dengan alam keliling
jangan lengang, putih dinding
hitam tanah, bingkai jendela
Di jalan ini aku bergulat maut
berpaku antara memberi dan
menerima
dengan sekitar
dengan diri sendiri
Di jalan ini lahirnya
peristiwa
pengakuan kelahiran tubuh
yang bisa hancur oleh angin
dan musim
Tapi soalnya jadi merembet
berlarat menyusur jalanan
muram
dalam sadar dan pengakuan
Begitulah di jalan maut
mati hanya sekali
manis atau pahit hanya sekali
berani atau ngeri hanya sekali
Kenapa Tuan tersenyum
laut hati yang tak pernah
kering
akan menemukan alam bintang
sekalipun bintang kematian
Karena soalnya hanya satu
ialah menemui hati segala itu
menemukan dasar
dan memeluknya kuat-kuat
Bila melepaskan sudah mencair
dan terucapkan sekali lagi
sekali berpeluk
sekali bercinta
sekali berlepas
Itu tidak nampak di kerut jari
tidak menggaris di urat nadi
bertempur dalam alam sendiri
juga di jalan Sumbawa
di jalan lain
sunyi, berselimutkan daunan
malam
tapi apa yang berpecah di
dadanya
segenap peristiwa kedirian
kelahiran dan kematian
yan tak akan teraba dari jalan
sekalipun hatinya menjenguk ke
dalam ruang
Bukan maut jadi pusar
soalnya Tuan bertolak dari
mana
dari cinta besar, cinta
perempuan
atau dari cinta anak-anak
Salamku padamu Her
kalau kau pulang malam
lihat ke dinding kiri
ada tulisan putih-putih
– manis atau pahit hanya
sekali
karena soalnya hanya satu
mencari dasar keduanya
menemukan hati seluruh waktu
Di jalan ini aku bertemu dan
berpisah
antara duka dan mesra
karena telah kudapatkan
sesuatu yang tak tentu
berbalas
4.Anak Sapi dan Pura
Ia bergetar di atas tanah
memandangi alam
terasa kosong, ada dan melupakan
Ia melompat di hijau rumput
menempuh jarak dengan gerak
gerak dan gerak dan gerak
Angin ladang menderai
angin pura menyelinap
aku berpaling antara dua wajah
satu membayang hati alam
satu membayang hati bumi
aku rindukan dendam laut
Rindu sebenar rindu
dendam sebenar dendam
5.Jalan Ubud
Begitu ia menyimpan rahasia
hijau memberat
sunyi mendalam
Begitu ia menyimpan peristiwa
antara hati dan bunga
antara benar dan dahaga
Dahaga akan kebenaran lain
dahaga akan darah
dahaga akan dendam
Satu yang meninggal
mengesan di lereng
aku tak mampu mengenang
Serupa kemboja di antaranya
telah begitu sunyi
begitu tak berdaun
Dan entah apa lagi
aku pulang dalam derak tanah
gugur hati
gugur umur
Ku berharap ia bangkit
berderak di hatinya
mengadakan perlawanan
sekali lagi
5.Dyah Tantri
Padanya ada satu alam
yang mengungkap hati terbenam
dan melupakan dua kehendak
buat tidur dan tidur
Tidur karena melihat diri
membayang dalam ungkapan
menusuk dan menusuk
ia menatap muka sendiri
Begitu sebenarnya puisi
berkata dalam ungkapan
atas alam
atas diri
6.Pembuat Nisan
I
Sekali setahun aku bertanya
begitu dia yakin kematian akan
selalu tiba
begitu dia percaya kematian
selalu berpinta
Dirautnya batu-batu
berhari-hari
dalam ketiadaan ngeri
memandang kematian seperti
angin
Lewat dan tidak membekas
datang dan tidak menjejak
II
Dalam kegelisahannya ia
berkata
bulan sangat sunyi dari orang
mati
dan ia mengharap dalam diamnya
Dalam kegelisahannya ia
berlagu
kupahat batu jadi nisan
entah siapa akan memakai
Kupahat batu jadi nisan
tapi bulan sangat sunyi dari
kematian
III
Mereka berpinta mati
tapi aku berpaling menanggung
getar
kalau sampai waktu itu
Dan belum kucapai diri
7.Buat H.B. Jassin
Dalam kemenangan terselip
kekalahan
siapa terlalu memilih
akan datang di tanah pasir
Dalam kekalahan terselip
kemenangan
siapa terlalu memilih
akan datang di tanah batu
Kila lahir dan menerima sekali
waktu
alam cinta, tangis dan harap
Kita hadir dan menerima sekali
saat
kemenangan dan kekalahannya
Hanya dalam sadar dan yakin
dari keduanya, lahirlah mesra
8.Desa
Satu tak pernah kutahu
apa tersimpan padanya
satu tak pernah kukenal
apa tersimpan di air mata
Merumpun di tengah datar luas
menerima segala
memberi segala
sepucuk seruling
sehelai daun
Sangat indah –
mengalun berlonjakan
melepas sampai ke kali
menghilang di bukit lain
Satu hari seorang nenek pulang
menghilang dalam rumpun
dan seorang anak menjerit
nenek pulang, nenek pulang
Seorang ayah melambaikan
tangan
apa kaubawa pulang
– bunga api bunga alam
bunga umur bunga mati
Ramai sejenak, indah menderai
lalu seorang gadis menjerit
jangan tinggalkan kami
jangan tinggalkan kami
Dan hilang segala itu
tinggal hijau rumpun
hijau awan
hitam langit
Di pintu desa sehelai kain
putih
lalu terdengar nyanyi mati
melarut jauh
menghilang dalam tangis
— kalau umur sudah sampai
ke mana kan dicari
kalau umur sudah saatnya
seribu jalan tak berarti
Ku berpaku di hadapan diri
ingin menemukan hatinya
menjumpakan hakekat
ingin mengungkap rahasia
Tapi seorang nenek berkata
– kami berpangku di bumi
lahir dan akan mati padanya
Kami bermukim di alam
bermukim di hati Tuhan
berpinta mati di ladang
Dan ia menunjuk
jauh ke tengah ladang
di mana matahari mencekam
hati masih melekat tanah
– mereka ada rahasia sendiri
disimpan selama umurnya
melekat di getar tanah
menempel di di dahan kemuning
Ku mau mencintai nenek
tak pernah kutemukan
memiliki cinta tanah
dan menyimpan rahasia begitu
Ialah berkubur di hati ladang
betapapun tanah liat
telah mengisap umurnya
tanah batu telah menjepit
Ku mau menyampaikan
– di desa ada cinta menyala
sekeras tanah liat
sejauh luas ladang
– Yang wajar ini lanjut
ambillah seruling
jangan yang lain
cinta kami telah tua
Tak bisa menyelesaikan
soal jawab masa depan
tanah liat tanah kami
sudah padat sudah kering
Salamku padamu
beritakan rahasia ini
kembalilah, bawa cinta
cinta kuat cinta lautan
9.Memori
Bukan soalnya aku berharap
bukan pula mau berpinta
Soalnya tak bisa ku hidup
tanpa keindahan
keindahan wajah, keindahan
maut
keindahan cinta, keindahan
umur
Itulah, maka segala
kupertaruhkan
sampai dasar kematian
Dan sudah waktunya jadi
mengerti
kelahiran bukan lagi main-main
kehadiran bukan lagi tanpa
sebab
serupa kelahiran puisi
bukan lahir tiada dera
bukan kata tiada arti
Ada satu selalu terasa
pertanyaan kecil selalu terdengar
– apa itu kematian
apa itu kelahiran
Dan itu sangat cepat berakhir
lalu mau dihabiskan untuk apa
kalau tidak mengecap sampai ke
dasar
kalau tak mencapai kemenangan
terakhir
O, hijau ladang, hijau hati
hitam langit, hitam wajah
padamulah aku lahir, tidur dan
mati
padamu segala jadi terasa
umur bukan lagi soal besar
umur bukan lagi satu penolakan
Telah kualami
segenap dasar kejahatan
segenap dasar keluhuran
keduanya lahir satu sumber
antara cinta diri dan cinta
waktu
Itulah soalnya aku bertaruh
waktu
juga karena umur serupa
perawan
hitam manis, hitam madu
Ada orang kata
simpanlah buat esok
esok, esok, dan esok
Esok yang mana
tak ada kematian lain dari
satu itu
tak ada kenikmatan lain
dari yang sekarang langsung
Soalnya hanya cinta
ketemu dia, berjumpalah yang
lain
Dan tundalah soal kematian
serupa alam menunda laut
ia hanya sekali
lupakanlah
Lihatlah silang-silang jari
lihatlah silang-silang hati
dekaplah sampai ke rongganya
dengar apa ia berkata
Kalau berpisah setelah bersua
apa itu malam
apa itu fajar, pagi dan malam
apa itu dendam, cinta dan umur
Serasa kutemukan waktu danau
danau yang nampak dasarnya
Ingati sekali lagi
ia datang hanya sekali
kalau datang bagai fajar
10.Potret Tidur
Begitu ujud dalam tidur
segala jadi sama, indah-sunyi
dan tulus
terpisah rambut dari mimpi
tangan dari hasrat
mata dari hati
Jadi sebagian dari alam
yang tak pernah terletak dera
dan melekat dengan mesra
seperti anak di pelukan ibu
lepas dari emas, getar dan
kengerian
Sebelah-sebelah tubuh dan
rambut
jadi satu permainan dengan
cahaya lampu
seperti permainan hati dengan
mimpi
aku tak jadi berbuat apa pun
bagaimana pernah melukai
Malah menuliskannya kedamaian
dan keutuhan
dalam selip-selip keinginan
kalau kucapai kedamaian
sehari-hari
seperti kedamaiannya
Tapi bagaimana bisa?
10.Pulang Kampung
Derak yang melonjakkan langkah
telah letih direnggut waktu
selangkah makin pelahan
selangkah makin pelahan
Tapi hati yang dibawa
membayang dalam wajah
terasa bicara
pada celah-celap redup
– tiba saatnya ku pulang
pulang ke hati
pulang ke mimpi
Tiba saatku bersua
cinta remaja
cinta dewasa
Dan di jalan simpang ia
berpaling
berpisah
dan terdengar jerit membersit
– begitu di jalan pulang
11.Sindoro Sumbing
Ada kala, yang jarang sekali
aku tak bisa lepas dari alam
tak bisa melupakan
tak bisa mengingkari kenyataan
yang menggulat kesadaran
menggulat kecintaan
dan sekali terhempas
dalam pusaran kabut, hitam
menggigil
yang tak pernah dijumpakan di
kota mana pun
Terpaku, menghadapi sebentuk
ujud
kebesaran, keagungan dan
penyerahan
menyerah menengadah
membiarkan segala lewat
membiarkan segala terjadi dan
memeluk
melipat dataran hijau
siang dipeluk matahari
malam didekap bulan
senja dicengkam laut pasang
Terasa menghadapi sebentuk
hati bumi
menghadapi kemutlakan
kesewajaran dan kehadiran yang
penuh
menerima segala tiba
dengan segala, seluruh tubuh
hati dan kekayaannya
bulan, matahari, angin dan
musim
kabut, malam dan halilintar
bahkan gemuruh laut tidak
dicacinya
Meletakkan kedua tangannya
menengadah dengan wajah
terbuka
melepas menyanyikan sebuah
nyanyian
Yang tak pernah dipunyai oleh
siapa pun
menerima segala kejadian
seperti sudah menjadi
kepunyaannya
tidak menolak
tidak membenci
tidak berpaling dari arah
semula
Ia menyimpan rahasia alam
yang tak akan pernah diketahui
oleh manusia
dan tak akan pernah dikatakan
kepada siapa pun
memeluk sampai tiba waktunya
tak ada lagi angin musim
tandus dan kering segala
pecah berkaparan
lepas dari ikatan pusar bumi
lepas dari ikatan cinta malam
Membiarkan segala bermain di
hatinya
anak-anak gembala
lari melingkar putar-putaran
gunduk
padang-padang hijau
dibiarkan melepas nyanyian
alam
nyanyian kelepasan dan
kecintaan alam hari
mengejar kecepatan hari
sampai letih
sampai lelah
Di hatinya turut indah
berkemandang
sekejap datang
sekejap pergi
sekejap menghilang
Seperti malu kesipuan mencari
sebentuk batu
menyembunyikan diri dari siang
menyembunyikan diri dari dera
menahan tangis yang pernah
dipeluk
waktu menghadapi matinya
sendiri
Terasa kehadirannya mencapai
sesuatu bentuk keindahan dan
kemesraan
sebentuk penerimaan digulat
kegirangan
sebentuk kewajaran dipeluk
gairah
melukis sebentuk keikhlasan
sekumpulan impian dan kenangan
sekumpulan kecintaan dan
kengerian
sekumpulan kejadian manusia,
alam dan hari
tersusun dijalin angin dan
musim
Di hatinya, di keningnya
pecah-pecah memancar nyanyian
bukit
menyelinap di antara pepohonan
Di antara batu dan kapur
menyuruk ke jurang-jurang
membelit, melingkar-lingkar
mengabarkan hari akan siang
hari akan malam
hari akan berhenti
Terasalah di hadapannya
sebentuk batin manusia yang
pernah diimpikan
memiliki segalanya
memiliki alam, laut dan
kebiruan jauh
meletakkan hatinya pada bulat
tanah
di tengah kehijauan
di tengah kengerian
di tengah kecintaan
di tengah apa pun
Yang tak pernah menolak
ketibaan pagi, siang, malam
dan larut
ketibaan maut, lahir dan dera
mengalirkan sungai-sungai
jernih
menjangkau laut
membersitkan cahaya dingin
ke tengah-tengah kota dan desa
dengan kedua tangan
dengan kedua hati
Membantu tak menolak
kedatangan musim
tak menolak ketibaan
bayang-bayang
seharian membiarkan segala
yang datang
untuk berbuat di tengah-tengah
hatinya
membiarkan anak-anak mengejar
gairah
membiarkan orang-orang memburu
cinta
orang-orang memburu umur
dan bertahan dari sepi, dan
penyelesaian
dan tak pernah menghitung
waktu
Tidak menanyakan apakah hari
besok
sudah waktunya selesai
tidak menanyakan apakah hari
lusa
tak ada musim gugur di langit
tidak menanyakan apakah malam
nanti
akan tiba hari kematian bagi
manusia
menanggung di antara kabut
memandang jauh
memandang dalam
Sehari-hari, semalam-malaman
meletakkan kedua tangan
meletakkan kedua hati
mengerjakan rahasia alam
mengerjakan rahasia lahir,
rahasia batin
mengalirkan sungai-sungai
kecil
melewati batas-batas kota dan
desa
menjangkau laut sejauh-jauhnya
menjangkau diri sedalam-dalamnya
12.Pasar Malam
Sejenak diriku berpecah
melekat di tebaran lampu
ingin menggapai sekelumit
girang
dalam pecahan warna
yang langsung bicara, bicara
Tapi tak ada bisa kucapai
masih pula diriku didesak
rindu
rindu wajah rindu gelak
yang pernah ditemukan
Tak ada arti segenap penjuru
langsung memancar
langsung menghilang
ingin selekasnya melempar diri
ke alam jauh, jauh
Hilang diri dari dalam derai
membungkam dalam nyanyi
membeku dalam sadar
tak mengerti, kenapa
Seharusnya banyak bisa
dikatakan
pecahan lampu dan hati
pergulatan diri dalam ujud
perlawanan hati dalam bentuk
berhambur mencari penyelesaian
Satu langsung bunuh diri
membuat permainan di atas
permainan
satu langsung bunuh arti
mencapai penyelesaian dalam
kelakar
Banyak bisa dikatakan
gerak kegirangan lonjak anak
langsung menerima dan tertawa
berderak mengikuti irama
gendang
yang membenam segenap
peristiwa
Tapi makin bertebar hati
makin mendesak rindu
ingin dibunuhnya semua itu
segenap jerit dan gelak
Tapi masih bisa sadar
ia tak bersendiri di tanah
getar
ditariknya kembali diri
mencari rindu yang pernah
diketemukan
mencari gelak yang jernih
yang pernah dirabanya
Dan itu hampir jauh malam
13.Jalan Jempiring
Derai daunan tiba pelahan
beserta keindahan senja
bersama seujud wajah wanita
Aku tertegun
antara hati dan puisi
bersilang antara dua kehendak
Ke mana akan pergi
menuruti hati
atau menuruti hari
Dan langit baru melupakan
keduanya
14.Akhir Bulan Delapan
I
Akhirnya tiba saat berpisah
terputus sesuatu yang pernah
bertali
antara waktu, jarak dan
peristiwa
Ku berharap atas itu
ia menetap dalam diri
aku menetap pada hatinya
Waktu saat berkubur
kau bisa mengantar pagi
Aku tak sempat mengucap salam
II
Tak pernah ku berpisah sedalam
ini
daunan menderai jauh berkata
kuantar saat kembali
kuantar saat kembali
Dan langit begitu manis
berwajah
umur begitu lapang di dada
15.Pasir Pantai
Kering pasir terasa dijejak
kaki
membakar darah jadi beku
Aku melihat diri dalam laut
aku melihat laut dalam diri
Jauh langit terasa pahit
jauh senja menjadi kaca
Aku takut menghadapi
Sumber, Judul : Romansa Perjalanan, Penulis : Kirjomulyo,
Cetakan : II, 2000 (cet. I, 1979),
Penerbit : PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta. Tebal : 160 halaman (73 puisi),
Gambar jilid : Amrus Natalsja, SBN : 979-419-266-X. Romansa Perjalanan terbagi
atas tiga bagian, yaitu Romansa Perjalanan I (19 puisi), Romansa Perjalanan II
(11 puisi) dan Romansa Perjalanan III (Bali) (43 puisi)