Kumpulan Naskah Puisi Anak Terbaik,
Puisi Pendek
kupetik melati di sudut taman
kusuntingkan di sanggul bunda
sebagai pengganti mutiara
hatinya
saat menuntut ilmu di sekolah
Si Belang Dua
putih dan coklat muda warna
bulunya
bening dan tajam sorot matanya
ia senang berguling
lalu melenting
mengeong
dan duduk di pangkuan bila
ingin dibelai
tak mau mencuri meski lapar
cuma memandang yang di meja
makan
itulah si belang dua, kucing
kami
Sakit
ibu guru, maafkan aku
pe-er belum selesai kukerjakan
dan sekarang tak bisa
mengikuti pelajaran
kemarin dokter bilang
aku harus minum obat
dan hari ini harus istirahat
Bulan
kata kakek
ada bidadari di bulan
yang akan membagi cantiknya
pada anak manis dan tidak
nakal
kata ibu guru
bulan itu benda langit
yang tak berpenghuni
ayah,
mana yang benar di antara
keduanya
Telepon
kita bisa bicara
walau tak bertatap muka
kita bisa bicara
walau kau nun jauh di sana
halo kawan …
apa khabarmu
liburan nanti, boleh aku
berkunjung ke rumahmu
…
ya, ya, sampai jumpa
Lihat juga:
Pengemis Kecil
seorang gadis kecil
berdiri di bawah lampu merah
perempatan jalan
menadahkan tangan
kubuka kaca jendela
kuulurkan tangan
dan, kulihat matanya
berseri-seri
bunda, hari ini
aku rela tak jajan
dan tak menambah tabungan
Sekolah
kata bunda
: sekolah itu
pintu dan jendela dunia
ilmu itu
pembuka cakrawala hati dan
kepala
maka
aku harus rajin ke sekolah dan
menuntut ilmu
supaya dadaku lapang dan
kepalaku berisi
Ayah Bunda
waktu kecil dulu, bila ada
rasa takut
aku selalu lari ke pelukannya
tangannya yang kokoh
menenteramkan hatiku
dan ciuman ke kepala menjaga
hidupku
selalu membelaiku
bila malam mengantarku ke
dunia mimpi
lewat suaranya yang merdu
dan dongeng yang indah
dan, aku selalu menyusupkan
kepala ke dadanya
ayah bunda
aku menyayangi mereka
Ibu Guru
tak pernah lelah tak pernah
henti
berdiri di kelas penuh kasih
tak pernah marah, bahkan
selalu senyum
meski sesekali aku nakal dan
malas belajar
Hari Libur
tersentak aku bangun
aneh! tak ada dering jam
membangunkanku
kubuka pintu kamar, sepi di
luar
ayah bunda tak tampak
kulongok yu yem di dapur, tak
ada
ah … rupanya tanggal merah
tralalala … aku kembali ke
kamar
naik ke tempat tidur, menulis
puisi hari libur
Beberapa pilihan “puisi anak” dalam
Bungas-bunga Lentera
Kupu-kupu
kupu-kupu
sayapmu begitu indah
dengan warnamu yang menarik
saat kumelihatmu
terbang di atas bunga mawar
yang indah dan terayun pada
tangkainya
memandang bunga-bunga
berwarna-warni
sangat lincah terbangmu
kian ke mari
senja mulai tiba
kau pun beterbangan
di antara pepohonan
untuk kembali pulang
Beberapa pilihan “puisi anak” dalam Tugu
Bundaran Kota
Kabar dari Lubang Galian
kabar dari lubang galian
kadang membawa kebahagiaan
kadang membawa kesedihan
bagi para pendulang intan
bila mendapat intan para
pendulang
sangatlah senang
bila tidak mendapat intan para
pendulang
sangatlah sedih
akan tetapi
mereka tak pernah putus asa
untuk menghidupi keluargaku
Di Balik Cempaka
menggali tanah yang dalam
tak peduli panas atau hujan
tetap mereka lakukan
untuk menafkahi keluarga
hasil yang mereka dapatkan
hanya membayar
sejumput kelelahan mereka
namun bagi mereka
itu hasil yang besar
andai aku bisa membantu mereka
aku tak akan mungkin berdiam
di sini
membiarkan mereka
yah,
begitulah
di balik cempaka
Beberapa pilihan puisi anak gubahan Abdul Hadi
W. M. dalam Mereka Menunggu Ibunya
Tolong-Menolong
Di tepi kali yang deras
seekor kepiting merintih keras
ia tak bisa berjalan buat
pulang ke liang
seluruh kakinya putus di batu
karang
Jerit pilunya terdengar
kawan-kawannya
Hingga berdatangan
“Ada apa gerangan kawan?”
tanya kawannya
“Kakiku retak lalu patah
dihantam gelombang,” ujarnya
Lalu dua ekor kepiting yang
kuat maju
Mereka angkat dan gotong si
malang
Penuh cinta dan kasih sayang
Tolong-menolong adalah lambang
kedamaian dan kemanusiaan
Aku lantas termenung
Kalau kepiting si makhluk
kecil kurang beruntung
Punya rasa belas dan bisa tolong-menolong
Kenapa kita makhluk yang mulia
tidak?